Senin, 09 Juni 2008

Tugas Kelompok dari Ir. Moh.Adriyanto, MSM

MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi beberapa tahun belakangan ini berkembang dengan pesat, sehingga hal ini mengubah paradigma masyarakat dalam mencari dan mendapatkan informasi yang tidak lagi terbatas pada informasi surat kabar, audio visual dan elektronik, tetapi juga sumber-sumber informasi yang lain diantaranya melalui jaringan internet.
Salah satu bidang yang mendapat dampak yang cukup berarti dengan perkembangan teknologi ini adalah bidang pendidikan. Berbagai cara telah dikenalkan serta digunakan dalam proses belajar mengajar (PBM) dengan harapan pengajaran guru akan lebih berkesan dan pembelajaran bagi murid akan lebih bermakna. Teknologi informasi dan komunikasi telah banyak digunakan dalam proses belajar mengajar sehingga mutu pendidikan seiring dengan perkembangan teknologi.
Perkembangan teknologi multimedia telah menjanjikan potensi besar dalam merubah cara seseorang untuk belajar, untuk memperoleh informasi, menyesuaikan informasi dan lain-lain. Multimedia juga menyediakan peluang bagi pendidik untuk mengembangkan teknik pembelajaran sehinggga mendapatkan hasil yang maksimal. Demikian juga bagi pelajar, dengan multimedia diharapkan mereka akan lebih mudah untuk mendapatkan informasi, karena tidak terfokus pada teks dari buku. Kemampuan teknologi multimedia yang telah terhubung internet akan semakin menambah kemudahan dalam mendapatkan informasi untuk kepentingan pembelajaran.
Kondisi di SMP Yayasan Pupuk Kaltim dalam mengikuti perkembangan teknologi multimedia mengalami tahapan-tahapan permasalahan. Secara umum masalah awalnya adalah mengenai sarananya semisal LCD, OHP, TV, Komputer berjaringan, Internet dan DVD . Permasalahan awal telah terselesaikan munculah permasalahan berikutnya dari sisi pengunanya yaitu Bapak/Ibu guru belum siap untuk mengikuti perkembangan teknologi multimedia ini. Sebenarnya multimedia pembelajaran ini tidak hanya peralatan elektronik yang telah disebutkan diatas, jika Bapak/Ibu guru mau berusaha keras untuk memanfaatkan apa yang ada dilingkungannya untuk bahan atau alat yang dapat membantu dalam proses pembelajaran itu sudah cukup dikatakan mengikuti perkembangan teknologi multimedia pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.


BAB II
PEMBAHASAN


MULTI MEDIA DALAM PEMBELAJARAN
1. PENGERTIAN MULTIMEDIA
Menurut Wikipedia Indonesia ensiklopedia berbahasa Indonesia pengertian multimedia adalah penggunaan komputer untuk menyajikan dan menggabungkan teks, suara, gambar, animasi dan video dengan alat bantu (tool) dan koneksi (link) sehingga pengguna dapat bernavigasi, berinteraksi, berkarya dan berkomunikasi. Sedangkan Jamaluddin dan Zaidatun menerangkan bahwa multimedia sebagai proses komunikasi interaktif berasaskan teknologi komputer yang menggabungkan penggunaan unsur-unsur media dalam persembahan informasi.

2. SYARAT YANG HARUS DIPENUHI DALAM MULTIMEDIA
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam multimedia yang baik adalah :
a. Pengoperasian yang mudah dan familiar
b. Mudah untuk install ke computer yang akan digunakanan
c. Media pembelajaran yang interaktif dan komunikatif
d. Sistem pembejaran yang mandiri artinya siswa dapat belajar dengan mandiri baik disekolah maupun dirumah tanpa bimbingan dari guru.
e. Sedapat mungkin dengan biaya yang ringan dan terjangkau.

3. JENIS-JENIS MULTIMEDIA
Berdasarkan kegunaannya multimedia pembelajaran ada 2 macam yaitu:
a. Multimedia presentasi pembelajaran .
Multimedia presentasi pembelajaran adalah alat bantu guru dalam proses pembelajaran dikelas dan tidak menggantikan guru secara keseluruhan. Contohnya Microsoft Power Point.
b. Multimedia pembelajaran mandiri.
Multimedia pembelajaran mandiri adalah sofware pembalajaran yang dapat dimanfaatkan oleh siswa secara mandiri tanpa bantuan guru. Multimedia pembelajaran mandiri harus dapat memadukan explicit knowledge dan tacit knowledge , mengandung fitur assemen untuk latihan,ujian dan simulasi termasuk tahapan pemecahan masalah.Contohnya Macromedia Authorware atau Adobe Flash.

PERLUNYA MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN
Didalam kegiatan proses belajar mengajar (PBM) sering kali dihadapkan pada materi yang abstrak dan diluar pengalaman siswa sehari-hari,sehingga materi ini sulit untuk diajarkan oleh guru dan dipahami oleh siswa..Visualisasi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengkonkritkan sesuatu yang abstrak. Gambar dua dimensi atau model tiga dimensi adalah visualisasi yang sering dalam proses belajar mengajar. Visualisasi pada proses pembelajaran berkembang dalam bentuk gambar bergerak (animasi) yang dapat ditambahkan suara (audio). Sajian audio visual atau lebih dikenal dengan sebutan multimedia diharapkan membuat visualisasi lebih menarik.
Edgar Dale dalam Rahardjo (1991) menggambarkan pentingya visualisasi dan verbalistis dalam pengalaman belajar yang disebut “Kerucut pengalaman Edgar Dale” dikemukakan bahwa ada suatu kontinuum dari konkrit ke abstrak antara pengalaman langsung, visual dan verbal dalam menanamkan suatu konsep atau pengertian. Semakin konkrit pengalaman yang diberikan akan lebih menjamin terjadinya proses belajar. Namun, agar terjadi efisiensi belajar maka diusahakan agar pengalaman belajar yang diberikan semakin abstrak (“go as low on the scale as you need to ensure learning, but go as high as you can for the most efficient learning”). Raharjo (1991 menyatakan bahwa visualisasi mempermudah orang untuk memahami suatu pengertian.
Dalam hal ini computer dengan dukungan multimedia dapat menyajikan sebuah tampilan berupa teks nonsekuensial, nonlinear, dan multideminsional secara interaktif. Visualisasi tersebut akan mempermudah dalam memilih, mensintesa dan mengelaborasi pengetahuan yang ingin dipahami. Multimedia hanya salah satu sarana yang mempermudah proses belajar mengajar tetapi belum tentu sesuai untuk menyajikan semua pokok bahasan dalam proses belajar mengajar.

PEMANFAATAN MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN
1. Sistem pembelajaran lebih inovatif dan interaktif
2. Mampu menimbulkan rasa senang selama PBM berkangsung sehingga akan menambah motivasi siswa.
3. Mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik, animasi gambar atau video dalam satu kesatuan yang saling mendukung sehingga tercapai tujuan pembelajaran.
4. Mampu menvisualisasikan materi yang abstrak.
5. Media penyimpanan yang relative gampang dan fleksibel
6. membawa obyek yang sukar didapat atau berbahaya ke dalam lingkungan belajar
7. menampilkan obyek yang terlalu besar kedalam kelas
8. menampilkan obyek yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang

SOLUSI PENGGUNAAN MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN

1. Memanfaatkan media yang ada disekitar kita disesuaikan kemampuan yang kita miliki.
2. Perlunya sarana dan prasarana yang mendukung PBM baik sarana tradisional maupun yang modern.
3. Guru yang memiliki kualitas kompetensi akademik dan profesional yang tinggi atau memadai dibidang teknologi modern yang diterapkan pada proses pembelajaran.
4. Mengubah budaya para pendidik dari mengajar menjadi belajar.
5. Memberikan kegiatan semacam lokakarya, diskusi kelompok, MGMP guna menambah pengetahuan tentang penggunaan teknologi multimedia dalam pembelajaran.
6. DIKNAS kota harus bertanggung jawab untuk pengembangan SDM para guru tentang teknologi multimedia ini serta terus memantau perkembangan serta peningkatannya.


BAB III
PENUTUP


Selengkap dan secanggih apa pun prasarana dan sarana pendidikan, tanpa didukung oleh mutu guru yang baik, prasarana dan sarana tersebut tidak memiliki arti yang signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan.
Secara subtantif-teoretis, taraf prestasi atau kualitas pendidikan dikategorikan baik didasari atas prestasi atau tingkat kecerdasan siswa yang secara umum baik; siswa akan berprestasi atau cerdas tidak terlepas dari prestasi atau kecerdasan yang dimiliki gurunya; guru akan berprestasi atau cerdas terkait dengan prestasi atau kecerdasan yang dimiliki dosennya (gurunya ketika menimba ilmu ); dosen akan berprestasi atau cerdas bergantung kepada fasilitas atau sarana yang dimiliki institusinya, baik saat mendalami ilmu maupun ketika melaksanakan tugasnya.



DAFTAR PUSTAKA

R. Bambang Aryan Soekisno, Pengembangan ICT Dalam Pembelajaran di SMA, Bogor, 2007

Ouda Teda Ena, Membuat Media Pembelajaran Interaktif dengan Piranti Lunak Presentasi, Yogyakarta

Pusat Perkembangan Kurikulum Kementerian Pendidikan Malaysia, Produksi Multimedia, 2000
http://ms.Wikipedia.org/wiki/Multimedia

Marsel Ruben Payong, 2001, Beberapa Masalah dalam Pembelajaran Multimedia, Harian Sinar Harapan

PERMASALAHAN

PERMASALAHAN

1. PENGERTIAN RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah merupakan hal yang penting dalam penelitian karena rumusan masalah akan dijawab dalam temuan penelitian. Suatu masalah dapat dikatakan masalah jika seseorang berusaha untuk memecahkannya sampai berhasil. Rumusan masalah yang baik haruslah bersifat direksional, artinya masalah harus memberikan indikasi atau pemecahan yang bersifat langsung terhadap variabel yang akan diteliti. Dalam penulisan sebuah rumasan masalah hendaknya disusun secara singkat, padat, jelas dan dituangkan dalam bentuk kalimat tanya.

a. Pengertian rumusan masalah
· Menurut Pariata Westra (1981 : 263 ) bahwa “Suatu masalah yang terjadi apabila seseorang berusaha mencoba suatu tujuan atau percobaannya yang pertama untuk mencapai tujuan itu hingga berhasil.”
· Menurut Sutrisno Hadi ( 1973 : 3 ) “Masalah adalah kejadian yang menimbulkan pertanyaan kenapa dan kenapa”.

Jadi berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah ialah celah antara apa yang diharapkan dan fakta yang ditemukan di lapangan, dimana pernyataan atau pertanyaan yang menjadi fokus seorang peneliti untuk bekerja dalam sebuah penelitian.

b. Sejarah permasalahan
1. Alasan - alasan mengapa masalah perlu diselidiki
2. Masalah masalah empiris dari pengalaman dan peninjauan studi yang sama
3. Teori permasalahan pokok dari teori yang ada
4. Sumber sumber masalah : celah antara rencana dan kenyataan, penolakan, persaingan.

c. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam membuat rumusan masalah
Berdasarkan pada variabel yang ditetapkan, rumusan pertanyaan yang lebih spesifik
Menggunakan kalimat pertanyaan (research question)
Pertanyaan penelitian harus bisa diukur dan jelas
Menyatakan dimensi tempat, waktu dan objek
Dijawab dalam bab penemuan


2. MACAM-MACAM RUMUSAN MASALAH
Penelitian pada tingkat eksplanasi ( artinya memberikan keterangan terhadap variable-variabel yang akan di teliti tentang objek penelitian melalui data yang dikumpulkan ) dibagi tiga yaitu diskripsi, komperatif dan asosiatif. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan penelitian diuraikan sebagai berikut :
a. Permasalahan yang bersifat deskriptif yaitu permasalahan yang tidak membandingkan dan menghubungkan dengan variable lain hanya menggambarkan variable saja. Penelitian tingkat eksplanasi paling sederhana adalah diskriptif. Misalnya seorang peneliti ingin mengetahui dalam masalah produktifitas karyawan, disiplin pegawai, minat pegawai, tingkat motivasi kerja pegawai, peran pimpinan, kemampuan kerja pegawai,prestasi belajar, tingkat keberhasilan, analisis pembayaran pajak dan lain –lain. Masing-masing hanya berkenaan dengan satu variable saja, dan tidak menghubungkan atau membandingkan dengan variable lain, penelitian diskriptif hanya menggambarkan tentang sampel atau populasi. Penelitian bentuk diskriptif ini hasilnya tidak dapat digunakan generalisasi pada populasi ataupun tidak dapat digunakan untuk mengontrol pada populasi.
Contoh :
1. Seberapa banyak hasil panen padi di kota Kebumen ?
2. Seberapa banyak hasil panen udang windu di Kabupaten Sidoarjo ?
3. Seberapa tinggi motivasi kerja karyawan PT. Dzurnain ?

b. Permasalahan bersifat komparatif adalah permasalahan yang menggambarkan perbedaan karakteristik dari dua variable atau lebih.
Contoh :
1. Adakah perbedaan kemampuan kerja pegawai antara perusahaan Pertamina denganPerusahaan Pertamina di Jakarta.
2. Adakah perbedaan kualitas belajar mahasiswa tugs belajar dengan mahasiswa izin belajar dalam pelajaran statistik ?

c. Permasalahan bersifat asosiatif adalah permasalahan yang menghubungkan atau pengaruh antara dua variable atau lebih.

Adapun menurut sifat hubungannya terdiri dari tiga jenis yaitu :
1. Hubungan simetris ialah hubungan yang bersifat kebersamaan antara dua variable atau lebih. Adapun menurut sifat hubungannya terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Adalah hubungan antara poster tubuh seseorang dengan gaya kepemimpinan ?
b. Adakah hubungan antara keaktifan mengikuti kegiatan organisasi dengan tingginya prestasi belajar ?
2. Hubungan sebab akibat ( kausal ) ialah hubungan yang bersifat mempengaruhi antara dua variable atau lebih.
Contoh :
a. Seberapa besar pengaruh tambahan gaji pegawai terhadap disiplin kerja pegawai ?
b. Seberapa besar pengaruh pupuk terhadap hasil panen padi ?
3. Hubungan interaktif ialah hubungan antara dua variable atau lebih yang bersifat saling mempengaruhi.
Contoh:
a. Adakah hubungan antara pemberian insentif dengan kinerja pegawai ?
b. Adakah hubungan antar pendidikan, sikap dan kepribadian dengan keterampilan kerja ?
Untuk penelitian deskriptif, rumusan masalah perlu dibuat lebih dari satu, karena tujuan penelitian ialah untuk memberikan penjelasan “Mengapa dan bagaimana “ suatu variable diamati. Sedangkan untuk penelitian korelasi dan asosiatif cukup memerlukan satu rumusan masalah. Jika rumusan masalah dalam penelitian korelasi dan asosiatif akan dibuat lebih dari satu maka rumusan masalahnya dibuat dalam bentuk masalah pokok, kemudian dibuat ke dalam sub-sub masalah.
3. ANALISIS PERMASALAHAN
Ringkasan tinjauan variabel yang diselidiki
Identifikasi variabel dalam pelaksanaan yang beralasan
Peninjauan dan ilustrasi seharusnya merujuk pada sumber yang teoritis dan empiris

4. BATASAN & LAHAN PERMASALAHAN
Spesifik hanya pada variabel yang diselidiki dalam bentuk diskripsi operasional
Argumen yang logika mengapa pembatasan harus rasional
Rumusan alasan yang ditetapkan pada variabel yang tepat dan sesuai dengan sejarah permasalahan

5. BENTUK PERTANYAAN PENELITIAN YANG BAIK (GOOD RESEARCH QUESTION)
Feasible : jawaban pertanyaan harus merujuk pada sumber yang pasti/nyata, jelas dan efisien
Clarity : mengembangkan persepsi dan konsepsi yang sama untuk semua pembaca
Significance : kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan dan pemecahan masalah
Ethnic : tidak berhubungan dengan suku, moral, kepercayaan , nilai nilai dan agama

BELAJAR BERJARINGAN

BELAJAR BERJARINGAN
KELAS LOKAL BERWAWASAN GLOBAL
Mengapa Virtual?


· Perubahan dari pendidikan terpusat menjadi Tersebar.
· Fleksibilitas dalam ruang dan waktu.
· Bahan ajar yang disajikan dalam multimedia dengan suara dan gambar yang dinamis, tidak membosankan, serta padat informasi.
· Selfpace learning:
Kecepatan belajar ditentukan oleh diri sendiri bukan oleh kemampuan yang diseragamkan dalam kelas.
· Selfmotivated learning:
Memacu kemampuan belajar mandiri.
· Perubahan dari teacher centric (guru sebagai pusat pembelajaran) menjadi learner centric/murid sebagai pusat pembelajaran.
· Perubahan dari entry barrier (seleksi ketat) menjadi output quality standard (lulusan berkualitas stardard). Bukan masuknya yang dipersulit, tapi lulusannya yang harus memenuhi standard kualitas. Sementara lamanya belajar tergantung motivasi, kecerdasan, dan usaha masing-masing peserta didik.
· Interaksi antara pengajar dan peserta-didik dilakukan tidak hanya dengan tatap-muka, tetapi juga melalui surat-menyurat elektronis, sehingga meningkatkan kemampuan baca-tulis.
sumber: Justiani Maulani




Proses Belajar Mengajar (PBM) konvensional mulai ditinggalkan. Interaksi belajar yang mengharuskan tatap muka antara siswa dan guru tidak diperlukan lagi. Kelengkapan sarana prasarana sekolah secara fisik yang seringkali menjadi hambatan dalam dunia pendidikan Indoensia mulai tidak diperlukan dengan hadirnya “belajar berjaringan di dunia maya”lewat internet.
Pendidikan di Indonesia pada umunya masih berupa sistem pendidikan konvensional. Pendidikan masih terpusat pada pendidikan formal dengan kurikulum nasional. Lambat laun Indonesia pun harus beralih kepada pendidikan “berjaringan” di dunia maya lewat pasilitas koneksi internet. Sehingga walaupun kelas-kelas belajar di lokal Indonesia tetapi dengan wawasan global internasional dengan fasilitas pembelajaran “berjaringan”.
Fasilitas kelas virtual dapat menggantikan sarana prasarana belajar konvensional. Seperti; Layar komputer atau layar mungil ponsel, tidak memerlukan prasyarat kehadiran fisik, Dosen bisa jadi sedang duduk di sebuah kampus di Inggris tatkala sang mahasiswa di Indonesia tekun menyimak kuliahnya di layar monitor secara berjaringan lewat internet
Kelas virtual adalah cara baru kuliah yang lebih mutakhir, seluruh aktifitas dilakukan dalam media multimedia.
Misalnya:
· Tatap muka dengan dosen melalui fasilitas konferensi video (video conference) atau layar mungil ponsel lewat fasilitas teknologi 3G.
· Grup diskusi dilakukan secara serempak dalam fasilitas maya di internet bisa melalui konferensi video, chating, mailng list atau forum.
· Materi kuliah disajikan dalam bentuk picture, video striming, power point atau simulator

Kelebihan Belajar “Online” di Dunia Maya:
· Kampus di dunia maya, mahasiswa di seantero dunia, didoseni para professor jempolan dari seluruh dunia.
· Belajar via jaringan menyajikan fleksibilitas ruang dan waktu. Peserta bisa tetap kuliah tanpa harus meninggalkan,misalnya pekerjaan kantor. Belajar dimana saja, kapan saja. Meski skejul kuliah terkesan dinomorduakan e-learning memberikan peluang belajar lebih efektif. ''Orang lebih cepat pintar.''
· Jalur dunia maya membuka katup penyumbat. Memungkinkan mahasiswa online belajar dan berdiskusi dengan teman-teman dari seluruh dunia. Sekaligus bertanya langsung kepada pakar-pakar top di belahan benua lain, baik lewat group discussion ataupun konsultasi privat melalui e-mail dan internet messenger.
· Fasilitas multimedia, juga memberi peluang mahasiswa memperoleh materi pelajaran yang jauh lebih kaya ketimbang buku-buku teks tradisional. Contohnya tatkala kita belajar fisika. Di layar monitor, gerakan gelombang bisa disimulasikan dalam tiga dimensi. Suara gelombang bisa dimunculkan bersamaan. ''Bukan cuma dituliskan di white board,'' .
· kuliah secara virtual terbukti ampuh membuka sumbat-sumbat perasaan negative mahasiswa lebih punya nyali untuk bertanya. Jika saat kuliah di kelas cenderung ogah mengacungkan tangan,''Di ruang virtual, bisa leluasa bertanya,''. Perasaan 'malu-malu kucing' raib seketika manakala perkuliahan dilakoni tanpa kehadiran sang dosen secara fisik atau teman-teman kuliah--yang barangkali sering usil.
· Lewat internet, setiap warga berpeluang memperoleh materi pengajaran yang sama-sama qualified tanpa pandang bulu. Internet, pada akhirnya, menjadi salah satu alat demokratisasi pendidikan. ''Semua orang berpeluang mendapatkan pendidikan berkualitas sekaligus lebih murah,''. Tak perlu lagi gedung-gedung bertingkat--pemicu melambungnya biaya pendidikan.

Kendala Belajar “Berjaringan” di Indonesia
· Konsep belajar berjaringan sebuah daya tarik yang magnetik, meski itu baru secara teoritik karena pada kenyataannya, negeri kita masih diganjal kendala ketersediaan infrastruktur. Belum seluruh wilayah Indonesia dihampari jaringan internet ber-bandwith besar. Dan, lalu lintas transportasi data berkapasitas gemuk--seperti materi kuliah video conference--sulit dilakukan.
· Tidak semua masyarakat Indonesia mengerti dan bisa mengakses internetItu sebetulnya tanggung jawab pemerintah. Dalam kerangka Millenium Development Goal sudah dipastikan bahwa telekomunikasi harus menjadi infrastruktur publik. Adalah tugas masing-masing pemerintah mendemokratisasikan akses internet untuk setiap warganegara. Di negara-negara lain sudah gratis. Di sini, Telkomnya bukannya diarahkan untuk publik malah diarahkan ke korporasi.
· Belajar di universitas virtual amat fleksibel. Tidakkah ini menjadi bumerang. Ada yang bilang mahasiswa Indonesia tidak disiplin?
Justru konsep seperti ini membuat orang disiplin. Satu hari saja kita nggak masuk ke kelas virtual, komputernya langsung mencatat. Berapa lama kita belajar di kelas virtual juga langsung dicatat. Termasuk, berapa menit kita bisa menyelesaikan soal ujian. Sangat disiplin. Saya bisa umumkan kuis dibuka sampai minggu depan. Tanggal sekian jam sekian. Lewat dari itu mahasiswa yang nggak ikut kuis, nggak bisa ngomel. Seperti itu yang dimaksud kedisiplinan.
Contoh-contoh Universitas Virtual: Ada puluhan, jika bukan ratusan, lembaga pendidikan tinggi di mancanegara yang mulai menyuguhkan sistem belajar on-line. Ada yang seratus persen on-line, ada pula yang mengombinasikannya dengan tatap muka di kampus, seperti:
· Universitas of Phoenix online di Amerika Serikat
· Universitas Virtual Syria
· Universitas Virtual Kanada
· Universitas Virtual Hongkong, dll.
Pada masa yang akan datang pendidikan berjaringan (Online) tidak hanya anggapan atau cerita pendidikan di negara-negara maju saja, tetapi akan menjadi pilihan-pilihan pembelajaran dan kebutuhan para peserta didik dan guru termasuk di Indoensia. Belajar berjaringan memerlukan fasilitas internet.
Internet merupakan salah satu keajaiban dunia yang baru versi lembaga privat asal Swiss, New7wonder, diumumkan New Seven Wonders of the World dalam perayaan megah yang dihelat di Portugal—USA. Internet, sejak migrasinya dari Pentagon ke dunia sipil pada dasawarsa 1990-an, telah menciptakan revolusi di pelbagai ranah kehidupan, termasuk pendidikan.
Globalisasi adalah salah satu alasan. Atas nama globalisasi, alangkah relevannya mengarusutamakan sistem belajar on-line. Bahkan melembagakannya lewat universitas virtual. Universitas on-line ini, ditujukan mencetak lulusan-lulusan berstandar global. Sebab,''Seiring globalisasi, kelak hanya akan ada satu standar (di dunia kerja). Yakni standar global,''.
Dan, cuma ada satu 'jalan ekspres' meraih predikat ini: Membuka akses terhadap sumber-sumber pengetahuan berstandar global. Ini dimungkinkan lewat jalur universal internet. ''Para mahasiswa (universitas virtual) dapat bertanya langsung dengan para the best brain in the world,''.
Dalam konteks Indonesia, kehadiran sistem belajar berjaringan menjadi kian relevan menimbang masih jomplangnya distribusi pendidikan berkualitas antara masyarakat mampu dan tidak mampu. Yang miskin masuk sekolah kumuh dan tetap bodoh, sementara yang kaya duduk di sekolah bonafid dan semakin pintar. Keberadaan belajar berjaringan sangat diperlukan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Perkembangan daya dukung sarana prasarana belajar berjaringan diharapkan lambat laun mengarah ke kemajuan dengan konsentrasi pemerintah untuk membatu pemecahan permasalahan pendidikan di Indonesia.
(Disusun dari berbagai sumber untuk memenuhi tugas Mata Kuliah TIK dalam Pendidikan Program Pasca Sarjana Kependidikan Universitas Mulawarman)
Oleh : Drs. Rakim (NIM.0805136192)

Referensi Web :


1. Judul : Universitas Virtual
Alamat : http://www.republika.co.id/koran detail.asp?id=333536&kat id=3
Penulis : Justiani Maulani

2. Judul : Global di Kelas Lokal
Alamat : http://www.republika.co.id/koran detail.asp?id=333536&kat id=3
Penulis : Justiani Maulani

3. Judul : Virtual University: Real Learning
Alamat :http://www.whirligig.com.au/GlobalEducatorWeb/articles/MoodieGavin2000.pdf
Penulis : Gavin Moodie


PENULISAN LAPORAN PENELITIAN

PENULISAN LAPORAN PENELITIAN

Pendahuluan
Tahap terakhir yang merupakan tahap paling penting dalam proses pelaksanaan penelitian adalah tahap menulis laporan hasil penelitian. Betapapun pentingnya teori dan hipotesis suatu penelitian, atau betapapun hati-hati dan telitinya rancangan dan pelaksanaan penelitian itu, atau bagaimanpun hebatnya penemuan-penemuan penelitian itu, semuanya akan kecil hasilnya apabila hasil penellitian itu tidak dilaporkan secara tertulis. Penelit membutuhkan komunikasi dengan pihak lain sehingga pengalaman penelitiannya dapat menambah perbendaharaan untuk kepentingan perkembangn ilmu pengetahuan.
Bentuk, isi, dan cara melaporkan hasil penelitian akan menentukan bagaiman proses penyebaran pengalaman penelitian dapat berlangsung secara semestinya didalalm masyarakat luas.
Untuk berhasilnya penyebaran pengalaman penelitian,peneliti perlu mempertimbangkan beberapa pertanyaan dasar seperti : apa yang akan dilaporkan, siapa yang akan menerima laporan, dengan jalan apa laporan itu disebarluaskan, apa pengaruh penyebaran laporan itu?.
Pertimbangan pertama dalam seni menyusun laporan adalah menentukan siapa yang menjadi konsumuen dari laporan itu. Dalam proses laporan dan pihak pembaca hasil laporan itu
Bentuk, bahasa, dan cara menyusun laporan penting juga dipertimbangkan, yaitu sejauh mungkin diusahakan agar isi laporan dapat dipahami oleh pihak pembaca hasil laporan itu. Dalam pelaporan hasil penelitian berdasarkan data statistik, penggunaan tabel dan diagram merupakan alat yang berguna dalam menyajikan dan menjelaskan data yang berhasil dikumpulkan
Akhirnya, pentingnya penellitian itu tergantung pada bagaimana penemuan-penemuan itu didiskusikan dan ditafsirkan.

1. Pengertian
Jika suatu penelitian sudah selesai dilakukan, maka peneliti harus membuat laporan hasil penelitian dalam bentuk tertulis. Laporan penelitian merupakan bentuk pertanggungjawaban. Ada berbagai versi laporan hasil penelitian tergantung dari lembaga ataupun pakar mana yang menulisnya. Sekalipun demikian ada benang merah dalam isi penulisan laporan, yaitu terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut:
Laporan terdiri atas : Bagian I berisi Pendahuluan; Bagian II berisi Metodologi yang digunakan; Bagian III berisi Hasil Penelitian dan Bagian V berisi Kesimpulan dan Saran.
2 Beberapa Model Bentuk Laporan
2.1 Laporan Hasil Penelitian Bisnis: Laporan hasil penelitian
contohnya sebagai berikut:
1. Judul
2. Ringkasan Ekskutif (abstrak)
3. Daftar Isi
4. Pendahuluan
5. Isi Laporan yang mencakup:
a. Metodologi
b. Hasil Penelitian
c. Batasan-Batasan
6. Kesimpulan dan Saran
7. Apendiks yang mencakup:
a. Instrumen Koleksi Data
b. Tabel-Tabel
c. Bahan-Bahan Pendukung yang Cocok Lainnya
(Cosenza, 1985:449)
Secara lebih detil dapat diterangkan sebagai berikut:
Judul mengidentifikasi subyek laporan hasil penelitian
Ringkasan Eksekutif berisi ringkasan hasil laporan secara keseluruhan biasanya membicarakan hasil temuan penelitian, metode yang digunakan serta kesimpulannya
Daftar Isi berisi tentang judul-judul dan sub-judulnya pokok-pokok bahasan seluruh isi laporan hasil penelitian
Pendahuluan berisi tentang informasi latar belakang yang dibutuhkan oleh pembaca agar dapat memahami isi hasil penelitian. Dalam bagian ini diterangkan tujuan penelitian dan informasi tambahan lainnya yang akan menuntun pembaca untuk dapat memahami isi hasil penelitian
Isi menguraikan tentang detil-detil pokok penelitian mencakup
1) metodologi apa yang digunakan dalam melakukan penelitian tersebut,
2) hasil penelitian sebenarnya,
3) pernyataan adanya keterbatasan yang ada dalam penelitian tersebut.
Metodologi terutama mendiskusikan tentang metode dan prosedur yang digunakan dalam mengumpulkan dan menganalisa data. Pada bagian metodologi ini peneliti harus menguraikan semua hal yang berkaitan dengan penggunaan metode dan prosedur pengumpulan dan analisa data secara detil sehingga pembaca dapat melihat kualitas hasil penelitian tersebut melalui cara-cara peneliti menggunakan metode dan prosedur dalam melakukan kegiatan penelitian tersebut.
Pada bagian hasil penelitian peneliti harus dapat secara jelas menggambarkan temuan-temuan pokok penelitian yang dipaparkan secara logic dan mudah dipahami oleh pembaca misalnya dengan menggunakan bantuan grafik, table atau gambar.
Pada bagian batasan hasil penelitian peneliti menuliskan pernyataan mengenai batasan-batasan studi, yang biasanya menguraikan secara eksplisit bahwa peneliti ingin mendapatkan hasil penelitian yang sempurna, tetapi pada kenyataannya tujuan tersebut tidak akan pernah tercapai. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan kelemahan-kelemahan hasil penelitiannya kepada para pembacanya agar mereka menyadari adanya kelemahan-kelemahan dalam studi tersebut.
Kesimpulan dan Saran pada bagian ini peneliti harus mampu menggambarkan rasional atau alasan ilmiah dari mana kesimpulan itu dihasilkan. Langkah-langkah dalam menyusun kesimpulan harus diterangkan tahapannya secara detil sehingga pembaca dapat mengetahui dari mana asal kesimpulannya; sehingga peneliti memberikan saran-saran sebagaimana yang ditulisnya.
Apendiks berisi semua informasi dan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan penelitian tersebut, misalnya instrumen untuk mengumpulkan data, table-table penghitungan komputer dan bahan-bahan lain yang sesuai dan digunakan dalam penelitian tersebut.
2.2 Laporan Hasil Ilmiah (Umum): Laporan hasil penelitian ilmiah (umum) contohnya akan diambil dari ketentuan Lembaga Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat sebagai berikut:
SISTEMATIKA LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN
Lembar Identitas dan Pengesahan
Ringkasan dan Summary
Prakata
Daftar tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
Bab I. Pendahuluan
Bab II. Tinjauan Pustaka
Bab III. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Bab IV. Metode Penelitian
Bab V. Hasil dan Pembahasan
Bab VI. Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
(termasuk instrumen penelitian, personalia tenaga peneliti beserta kualifikasinya, dll)


Referensi
1. S. Margono, Drs. Metodologi penelitian pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta. 2007
2. www.depkes.go.id
3. www. Kupalima.wordpress.com

METODE PENILITIAN

METODE PENILITIAN


I. PENGERTIAN METODE PENELITIAN

Metode adalah suatu kerangka kerja untuk melakukan tindakan, atau suatu kerangka berfikir menyusun gagasan, yang beraturan, terarah dan terkonteks, yang relevan dengan maksud dan tujuan. Secara ringakas, metode adaalah suatu sistem untuk melalukan suatu tindakan.
Karena berupa sistem maka metode merupakan seperangkat unsur-unsur yang membentuk satu kesatuan.
Unsur-unsur metode adalah wawasan intelektual, konsep, cara pendekatan (approach) persoalan, dan rancang bangun atas data (database).
Wawasan intelektual berkenaan dengan nalar, tanggap rasa (sensation), pemahaman (perception), pengalaman, dan ilmu pengetahuan.
Konsep adalah hasil proses intelektul berpa kejadian imajinatif untuk memperluas dan menambah pemahaman sehingga dapat dibentuk gagasan baru yang dapat menganalisis persoalan secara lebih cermat.
Cara berkenaan dengan pola berfikir.
Alas data adalah cerminan citra tentang “kenyataan” yang dimiliki seorang peneliti, atau pemahaman peneliti tentang “kenyataan”. Alas data dirancang bangun sedemikian rupa agar semua data yang terkumpul dapat dialokasikan kepada keddukan atau fungsi yang sepadan menurut maksud dan tujuan penelitian.

Penelitian (research ) adalah suatu kegiatan mengkaji (study) secara tiliti dan teratur dalam suatu bidang ilmu menurut kaidah tertentu. Kaidah yang dianut adalah kaidah metode.
Mengkaji adalah suatu usaha memperoleh atau menambah pengetahuan. Jadi, meneliti dilakukan untuk memperkaya dan meningkatkan kefahaman tentang sesuatu.
Dalam penelitain ada kegiatan penyelidikan (investigation), yaitu mencari fakta secara teliti dan teratur menurut kaidah tertentu untuk menjawab suatu pertanyaan . Jadi penyelidikan dilakukan unutk menjelaskan sesuatu.
Pada dasarnya, penyelidikan dinyatakan selesai setelah berhasil menemukan penyebab kejadian. Suatu penelitian baru dianggap selesai setelah berhasil menetapkan faktor atau latar belakang penggerak atau pengendali penyebab atau pelaku kejadian. Jadi, suatu penelitian menjangkau persoalan secara lebih jauh atau lebih mendalan daripada penyelidikan. Oleh karena penelitian selalu mengungkapkan faktor penyebab maka penelitian menjadi sumber ilmu.
Dengan kata lain, tanpa penelitian tidak akan ada ilmu dan ilmu hanya dapat tumbuh dan berkembang jika didorong dan didukung dengan penelitian.

Dari penjelasan diatas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa metode penelitian adalah kegiatan mengkaji suatu masalah secara teliti dan teratur, dengan cara menyusun gagasan yang terarah dan terkonsep untuk memecahkan permasalahan yang hidup dan berguna bagi masyarakat atau peneliti itu sendiri.

II. KATEGORI PENELITIAN BERDASARKAN METODE
Berdasarkan metode, penelitian dapat dibedakan menjadi :
Penelitian Historis
Pengertian metode penelitian historis
Metode penelitian historis merupakan salah satu penelitian mengenai pengumpulan dan evalasi data secara sistematik berkaitan dengan kejadian masa lalu untuk menguji hipotesis yang berhubungan dengan penyebab , pengaruh atau perkembangan kejadian yang mungkin membantu dengan memberikan informasi pada kejadian sekarang dan mengantisipasi kejadian yang akan datang
Sumber-sumber data dalam penelitian historis
1) Sumber-sumber primer, yaitu data yang diperoleh dari cerita para pelaku peristiwa itu sendiri, dan atau saksi mata yang mengetahui perisiwa tersebut
2) Sumber inormasi sekunder, yaitu informasi yang diperoleh dari sumber lain yang mungkin tidak berhubungan langsung dengan peristiwa tersebut.

Langkah-langakh penelitian historis
Pada umumnya dalam penelitian historis mencakup beberapa langkah penting yaitu :
1) Menentukan permasalahan penelitian yang diharapkan mempunyai manfaat ganda, yaitu bermanfaat bagi masyarakat dan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan
2) Menyatakan tujuan penelitian, hipotesis and reseach question yang akan memberikan arah dan fokus penelitian.
3) Mengumpulkan data ternasuk di dalamnya menetapkan populasi, besarnya sampel,dan metode pengumpulan data.
4) Evaluasi data dengan menggunakan kritik eksternal maupun internal
5) Melaporkan hasil penelitian kepada masyarakat, termasuk melengkapi komponen-komponen penelitian dan mengkomunikasikan ke dalam jurnal ilmu pengetahuan.
Penelitian Deskriptif
Pengertian metode penelitian deskriptif
Metode penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai denga apa adanya.
Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat.
Langkah-langkah penelitian deskriptif
1) Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk dipecahkan melalui metode deskriptif.
2) Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas
3) Menentukan tujuan dan manfaat penelitian
4) Melkukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan
5) Menentukan kerangka berfikir dan pertanyaan penelitian dan atau hipotesis penelitian.
6) Mendesain metode penelitian yang hendak dignakan termasuk dalam hal ini menentukan populasi, sampel, teknik sampling, menentukan instrument pengumpul data, dan menganalisis data.
7) Mengumpulkan, mengorganisasi, dan menganalisis data dengan menggunakan teknik statistik yang relevan.
8) Membuat laporan penelitian.
Penelitian Ekspermen
Pengertian metode penelitian eksperimen
Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang paling produktif, karena jika penelitain tersebut dilakuakn dengan baik, dapat menjawab hipotesis yang umumnya berkaitan dengan hubungan sebab akibat.
Penelitian eksperimen pada prinsipnya dapat didefinisikan sebagai metode sistematis guna membangun hubungan yang mengandung fenomena sebab akibat.
Konsep penelitain eksperimen dimulai dengan pengertian yang sederhana misalnya tentang pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimanakah hubungan satu atau lebih variabel dalam suatu kondisi tertentu. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, seorang peneliti pada umumnyya akan mengembangkan satu atau lebih hipotesis yang menyatakan hubungan yang diharapkanm membuat desain penelitian, mencari dan mengorganisasi data, untuk kemudian menganalisis dan akhirnya memperoleh jawaban hipotesis di atas.
Langkah-langkah penelitian eksperimen
1) Melakukan kajian secara induktif yang berkaitan erat dengan permasalahan yang hendak dipecahkan
2) Mengidentifikasi permasalahan
3) Melakukan studi literatur dari beberapa sumber yang relevan, memformulasikan hipotesis penelitian, menentukan divinisi operasional dan variabel.
4) Menbuat rencana penelitian yang didalamnya mencakup kegiatan :
· mengidentifikasi variabel luar yang tidak diperlukan, tetapi memungkinkan terjadinya kontaminasi proses eksperimen.
· Menentukan cara untuk mengontrol mereka
· Memilih desain riset yang tepat
· Menentukan populasi, memilih sampel yang mewakili dan memilih sejumlah subjek penelitian
· Membagi subjek ke dalam kelompok control maupun kelompok eksperimen.
· Membuat instrument yang sesuai, memvalidasi instrumen dan melakukan pilot study agar memperoleh instrument yang memenuhi persyaratan untuk mengambil data yang diperlukan.
· Mengidentifikasi prosedur pengumpluan data, dan menentukan hipotesis.
5) Melakukan eksperimen
6) Mengumpulkan data kasar dari proses eksperimen
7) Mengorganisasi dan mendeskripsikan data sesuai dengan variabel yang telah ditentukan
8) Membuat analisis data dengan teknik statistik yang relevan
9) Membuat laporan penelitian eksperimen
Metode penelitian ex-postfacto
Pengertian metode penelitian ex-postfacto
Penelitian ex postfacto merupakan penelitian dimana variabel-variabel bebas telah terjadi ketika peneliti mulai dengan pengamatan variabel terikat dalam suatu penelitian. Pada penelitian ini keterikatan antara variabel bebas dengan variabel bebas, maupun antara variabel bebas dengan variabel terikat, sudah terjadi secara alami, dan peneliti dengan setting tersebut ingin melacak kembali jika dimungkinkan apa yang menjadi faktor penyebabnya.
Langkah-langkah penelitian ex postfacto
1) Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk dipecahkan melalui metode ex-postfacto
2) Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas
3) Menentukan tujuan dan manfaat penelitian
4) Melakuan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan penelitian
5) Menentukan kerangka berfikir, pertanyaan penelitian, dan hipotesis penelitian.
6) Mendesain metode penelitian yang hendak digunakan termasuk dalam hal ini menentukan populasi, sampel ,teknik sampling, menentukan instrument pengumpul data, dan menganalisis data.
7) Mengumpulkan, mengorganisasi, dan menganalisis data dengan menggunakan teknik statistik yang relevan.
8) Membuat laporan penelitian


III. KESIMPULAN
Dari keempat metode penelitian yang telah di bahas diatas dapat diambil kesimplan bahwa hampir semua metode penelitian pada dasarnya memiliki karakteristik sebagai berikut :
Adanya tujuan penelitian yaitu untuk memberikan arah atau target yang akan dicapai
Adanya kegiatan mengumpulkan data
Mencakup kegiatan yang terencana dan sistematis
Menggunakan analisis logis, yaitu yang bersifat objektif dan universal
Mempertimbangkan aspek pengembangan teori dalam pemecahan masalah.
Mengandung unsur observasi yaitu pengamatan terhadap objek dan subjek yang diteliti.
Melakukan pencatatan terhadap gejala yang muncul yang berasal dari objek atau subjek yang diteliti.
Melakukan kontrol sehingga variabel lain yang tidak di harapkan tidak berintervensi terhadap variabel yang telah direncanakan
Memerlukan validasi instrumen yaitu alat ukur yang valid dan universal serta tidak terpengaruh oleh faktor waktu dan tempat.







DAFTAR PUSTAKA




Ary, D.,Jacob, L.C. and Razavieh, A. 1985. Intoduction to research in education. New York; Hold, Rinehart and Winston.
Gay, L.R. 1983. Educational Research Competencies for Analysis & Aplication. Ohio: A Bel & Howell Company.
Gulo, W. 2003,Metodologi Penelitian, Jakarta, Grasindo.
http://digg.com/general_sciences/list_of_resource_for_research_writing
http://one.indoskripsi.com/skripsi/judul-skripsi-jurusan/pendidikan-ekonomi
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/metodologi- penelitian/sistematika-usulan-penelitian-tindakan-kelas.
Sukardi,2003, Metodologi Penelitian Pendidikan,Jakarta:Bumi Aksara

DESAIN PENELITIAN

DESAIN PENELITIAN
BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang

Dalam melakukan penelitian salah satu hal yang penting ialah membuat desain penelitian. Desain penelitian bagaikan sebuah peta jalan bagi peneliti yang menuntun serta menentukan arah berlangsungnya proses penelitian secara benar dan tepat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tanpa desain yang benar seorang peneliti tidak akan dapat melakukan penelitian dengan baik karena yang bersangkutan tidak mempunyai pedoman arah yang jelas.
Agar tercapai pembuatan desain yang benar, maka peneliti perlu menghindari sumber potensial kesalahan dalam proses penelitian secara keseluruhan. Kesalahan-kesalahan tersebut ialah:
a. Kesalahan Dalam Perencanaan
Kesalahan dalam perencanaan dapat terjadi saat peneliti membuat kesalahan dalam menyusun desain yang akan digunakan untuk mengumpulkan informasi. Kesalahan ini dapat terjadi pula bila peneliti salah dalam merumuskan masalah. Kesalahan dalam merumuskan masalah akan menghasilkan infromasi yang tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sedang diteliti. Cara mengatasi kesalahan ini ialah mengembangkan proposal yang baik dan benar yang secara jelas menspesifikasikan metode dan nilai tambah penelitian yang akan dijalankan.
b. Kesalahan Dalam Pengumpulan Data
Kesalahan dalam pengumpulan data terjadi pada saat peneliti melakukan kesalahan dalam proses pengumpulan data di lapangan. Kesalahan ini dapat memperbesar tingkat kesalahan yang sudah terjadi dikarenakan perencanaan yang tidak matang. Untuk menghindari hal tersebut data yang dikoleksi harus merupakan represntasi dari populasi yang sedang diteliti dan metode pengumpulan datanya harus dapat menghasilkan data yang akurat. Cara mengatasi kesalahan ini ialah kehati-hatian dan ketepatan dalam menjalankan desain penelitian yang sudah dirancang dalam proposal.
c. Kesalahan Dalam Melakukan Analisa
Kesalahan dalam melakukan analisa dapat terjadi pada saat peneliti salah dalam memilih cara menganalisa data. Selanjutnya, kesalahan ini disebabkan pula adanya kesalahan dalam memilih teknik analisa yang sesuai dengan masalah dan data yang tersedia. Cara mengatasi masalah ini ialah buatlah justifikasi prosedur analisa yang digunakan untuk menyimpulkan dan memanipulasi data.
d. Kesalahan Dalam Pelaporan
Kesalahan dalam pelaporan terjadi jika peneliti membuat kesalahan dalam menginterprestasikan hasil-hasil penelitian. Kesalahan seperti ini terjadi pada saat memberikan makna hubungan-hubungan dan angka-angka yang diidentifikasi dari tahap analisa data. Cara mengatasi kesalahan ini ialah hasil analisa data diperiksa oleh orang-orang yang benar-benar ahli dan menguasai masalah hasil penelitian tersebut.
















BAB II
DESAIN PENELITIAN

A. Pengertian Desain Penelitian

Desain artinya rencana, tetapi apabila dikaji lebih lanjut kata itu dapat berarti pula pola, potongan, bentuk, model, tujuan dna maksud (Echols dan Hassan Shadily, 1976:177), Desain Penelitian menurut William M.K. Trochim (2006) “Research design can be thought of as the structure of research -- it is the "glue" that holds all of the elements in a research project together.” Sedangkan Lincoln dan Guba (1985:226) mendefinisikan rancangan penelitian sebagi usaha merencanakan kemungkinan-kemungkinan tertentu secara luas tanpa menunjukkan secara pasti apa yang akan dikerjakan dalam hubungan dengan unsur masing-masing.
Desain penelitian menurut Mc Millan dalam Ibnu Hadjar (1999:102) adalah rencana dan struktur penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh bukti-bukti empiris dalam menjawab pertanyaan penelitian.
Dalam penelitian eksperimental, desain penelitian disebut desain eksperimental. Desain eksperimen dirancang sedemikian rupa guna meningkatkan validitas internal maupun eksternal.
Suharsimi Arikunto (1998:85-88) mengkategorikan desain eksperimen murni menjadi 8 yaitu control group pre-test post test, random terhadap subjek, pasangan terhadap subjek, random pre test post test , random terhadap subjek dengan pre test kelompok kontrol post test kelompok eksperimen, tiga kelompok eksperimen dan kontrol, empat kelompok dengan 3 kelompok kontrol, dan desain waktu.
Sutrisno Hadi (1982:441) mengkategorikan desain eksperimen menjadi enam yaitu simple randomaized, treatment by levels desaigns, treatments by subjects desaigns, random replications desaigns, factorial designs, dan groups within treatment designs. Sedangkan Ibnu Hadjar (1999:327) membedakan desain penelitian eksperimen murni menjadi dua yaitu pre test post test kelompok kontrol dan post tes kelompok kontrol.

B. Macam-Macam Desain Penelitian
Dalam penelitian eksperimen murni, desain penelitian yang populer digunakan adalah sebagai berikut:
a. Control Group Post test only design atau post tes kelompok kontrol
Desain ini subjek ditempatkan secara random kedalam kelompok-kelompok dan diekspose sebagai variabel independen diberi post test. Nilai-nilai post test kemudian dibandingkan untuk menentukan keefektifan tretment.
Desain ini cocok untuk digunakan bila pre test tidak mungkin dilaksanakan atau pre tes mempunyai kemungkinan untuk berpengaruh pada perlakuan eksperimen. Desain ini akan lebih cocok dalam eksperimen yang berkaitan dengan pembentukan sikap karena dalam eksperimen demikian akan berpengaruh pada perlakuan.
b. Pre test post test control group design atau pre tes post tes kelompok kontrol
Desain ini melibatkan dua kelompok subjek, satu diberi perlakuan eksperimental (kelompok eksperimen) dan yang lain tidak diberi apa-apa (kelompok kontrol).
Berdasarkan desain penelitian yang disusun, penelitian kualitatif dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
a. Desain penelitian kualitatif non standar
Desain penelitian dalam paradigma positivistik kuantitatif bersifat terstandar, artinya ada aturan yang sama yang harus dipenuhi oleh peneliti untuk mengadakan penelitian dalam bidang apapun juga. Pelaksanaan penelitian dimulai dari adanya masalah, membatasi obyek penelitian, mencari teori dan hasil penelitian yang relevan, mendesain metode penelitian, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan, ada yang menambah dengan implikasi, saran dan atau rekomendasi. Sebelum data diolah, perlu diuji terlebih dulu validitas dan reliabilitasnya, baik dari segi konstrak teori, isi maupun empiriknya. Sistematika penulisan sudah terstandar, yaitu: Bab I. Pendahuluan (latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan/batasan masalah, dst.). Bab II. Kajian teori atau kajian pustaka (kajian teori yang sesuai dengan masalah yang diteliti, hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, hipotesis/pertanyaan penelitian). Bab III. Metode penelitian (Desain, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, instrumen dan teknik analisis data). Bab IV. Hasil penelitian. Bab V. Kesimpulan (ada yang menambah, implikasi, keterbatasan penelitian dan saran).Desain penelitian kualitatif non standar sebetulnya menggunakan standar seperti kuantitatif tetapi bersifat flesibel (tidak kaku). Dengan kata lain model ini merupakan modifikasi dari model penelitian paradigma positivistik kuantitatif dengan menyederhanakan sistematika ataupun menyatukan bebarapa bagian dalam bab yang sama, misalnya memasukkan metode penelitian dalam bab I . Desain penelitian kualitatif non standar ini digunakan untuk penelitian kualitatif dalam paradigma positivistik dan penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa
b. Desain penelitian kualitatif tentatif
Model ini sama sekali berbeda dari model-model di atas. Desain penelitian terstandar dan non standar disusun sebelum peneliti terjun ke lapangan dan dijadikan sebagai acuan dalam mengadakan penelitian, sedangkan desain penelitian tentatif disusun sebelum ke lapangan juga tetapi setelah peneliti memasuki lapangan penelitian, desain penelitian dapat berubah-ubah untuk menyesuaikan dengan kondisi realitas lapangan yang dihadapi. Acuan pelaksanaan penelitian tidak sepenuhnya tergantung pada desain yang telah disusun sebelumnya, tetapi lebih memperhatikan kondisi realitas yang dihadapi.
Dalam desain penelitian terstandar maupun non standar dapat dibakukan dengan istilah-istilah: masalah, kerangka teori, metode penelitian, analisis dan kesimpulan dan lainnya. Model tentatif menggunakan dasar sistematika yang berbeda. Sistematika model ini unit-unitnya atau bab-babnya disesuaikan dengan sistematika substantif obyeknya.
C. Tipe-Tipe Desain Penelitian
Secara garis besar ada dua macam tipe desain, yaitu: Desain Ex Post Facto dan Desain Eskperimental. Faktor-faktor yang membedakan kedua desain ini ialah pada desain pertama tidak terjadi manipulasi varaibel bebas sedang pada desain yang kedua terdapat adanya manipulasi variable bebas. Tujuan utama penggunaan desain yang pertama ialah bersifat eksplorasi dan deskriptif; sedang desain kedua bersifat eksplanatori (sebab akibat). Jika dilihat dari sisi tingkat pemahaman permasalahan yang diteliti, maka desain ex post facto menghasilkan tingkat pemahaman persoalan yang dikaji pada tataran permukaan sedang desain eksperimental dapat menghasilkan tingkat pemahaman yang lebih mendalam. Kedua desain utama tersebut mempunyai sub-sub desain yang lebih khusus. Yang termasuk dalam kategori pertama ialah studi lapangan dan survei. Sedang yang termasuk dalam kategori kedua ialah percobaan di lapangan (field experiment) dan percobaan di laboratorium (laboratory experiment)

1. Sub Desain Ex post Facto
a. Studi Lapangan:
Studi lapangan merupakan desain penelitian yang mengkombinasikan antara pencarian literature (Literature Study), survei berdasarkan pengalaman dan / atau studi kasus dimana peneliti berusaha mengidentifikasi variable-variabel penting dan hubungan antar variable tersebut dalam suatu situasi permasalahan tertentu. Studi lapangan umumnya digunakan sebagai sarana penelitian lebih lanjut dan mendalam.
b. Survei
Desain survei tergantung pada penggunaan jenis kuesioner. Survei memerlukan populasi yang besar jika peneliti menginginkan hasilnya mencerminkan kondisi nyata. Semakin samplenya besar, survei semakin memberikan hasil yang lebih akurat. Dengan survei seorang peneliti dapat mengukap masalah yang banyak, meski hanya sebatas dipermukaan. Sekalipun demikian, survei bermanfaat jika peneliti menginginkan informasi yang banyak dan beraneka ragam. Metode survei sangat popular karena banyak digunakan dalam penelitian bisnis. Keunggulan survei yang lain ialah mudah melaksanakan dan dapat dilakukan secara cepat.
2. Sub Desain Desain Eksperimental
a. Eksperimen Lapangan
Desain eksperimen lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan latar yang realistic dimana peneliti melakukan campur tangan dan melakukan manipulasi terhadap variabel bebas.
b. Eksperimen Laboratorium
Desain eksperimen laboratorium menggunakan latar tiruan dalam melakukan penelitiannya. Dengan menggunakan desain ini, peneliti melakukan campur tangan dan manipulasi variable-variabel bebas serta memungkinkan penliti melakukan kontrol terhadap aspek-aspek kesalahan utama.
3. Desain Spesifik Ex Post Facto dan Eksperimental
Sebelum membicarakan desain spesifik Ex Post facto dan eksperimental, system notasi yang digunakan perlu diketahui terlebih dahulu. Sistem notasi tersebut adalah sebagai berikut:

X: Digunakan untuk mewakili pemaparan (exposure) suatu kelompok yang diuji terhadap suatu perlakuan eksperimental pada variable bebas yang kemudian efek pada variable tergantungnya akan diukur.
O: menunjukkan adanya suatu pengukuran atau observasi terhadap variable tergantung yang sedang diteliti pada individu, kelompok atau obyek tertentu.
R: menunjukkan bahwa individu atau kelompok telah dipilih dan ditentukan secara random untuk tujuan-tujuan studi.
a. Ex Post Facto
Sebagaimana disebut sebelumnya bahwa dalam desain Ex Post Facto tidak ada manipulasi perlakukan terhadap variable bebasya maka system notasinya baik studi lapangan atau survei hanya ditulis dengan O atau O lebih dari satu.

Contoh 1: Penelitian dilakukan dengan menggunakan dua populasi, yaitu Perusahaan A dan Perusahaan B, maka notasinya:
O1
O2
Dimana O1 merupakan kegiatan observasi yang dilakukan di perusahaan A dan O2 merupakan kegiatan observasi yang dilakukan di perusahaan B.

Contoh 2: Secara random kita meneliti 200 perusahaan dari populasi 1000 perusahaan mengenai system penggajiannya. Survei dilakukan dengan cara mengirim kuesioner pada 200 manajer, maka konfigurasi desainnya akan seperti di bawah ini:
(R) O1
Dimana O1 mewakili survei di 200 perusahaan dengan memberikan kuesioner kepada 200 manajer yang dipilih secara random (R ).

Apabila sample yang sama kita teliti secara berulang-ulang, misalnya selama tiga kali dalam tiga bulan berturut-turut, maka notasinya adalah:
(R) O3 dimana O1 merupakan observasi yang pertama, O2 merupakan observasi yang kedua dan O3 merupakan observasi yang ketiga.

b. Desain-Desain Eksperimental
Desain eksperimental dibagai menjadi dua, yaitu: pre-eksperimental (quasi-experimental) dan desain eksperimental sebenarnya (true experimental). Perbedaan kedua tipe desain ini terletak pada konsep kontrol.


b.1. One Shot Case Study
Desain eksperimental yang paling sederhana disebut One Shot Case Study . Desain ini digunakan untuk meneliti pada satu kelompok dengan diberi satu kali perlakuan dan pengukurannya dilakukan satu kali. Diagramnya adalah sebagai berikut:
X O

b.2. One Group Pre-test – Post-test Design
Desain kedua disebut One Group Pre-test – Post-test Design yang meupakan perkembangan dari desain di atas. Pengembangannya ialah dengan cara melakukan satu kali pengukuran didepan (pre-test) sebelum adanya perlakuan (treatment) dan setelah itu dilakukan pengukuran lagi (post-test). Desainnya adalah sebagai berikut:
O1 X O2

Pada desain ini peneliti melakukan pengukuran awal pada suatu obyek yang diteliti, kemudian peneliti memberikan perlakuan tertentu. Setelah itu pengukuran dilakukan lagi untuk yang kedua kalinya. Desain tersebut dapat dikembangkan dalam bentuk lainnya, yaitu: desain time series”. Jika pengukuran dilakukan secara beulang-ulang dalam kurun waktu tertentu. Maka desainnya menjadi seperti di bawah ini:

O1 O2 O3 X O4 O5 O6

Pada desain time series, peneliti melakukan pengukuran di depan selama 3 kali berturut, kemudian dia memberikan perlakuan pada obyek yang diteliti. Kemudian peneliti melakukan pengukuran selama 3 kali lagi setelah perlakuan dilakukan.


b.3. Static Group Comparison
Desain ketiga adalah Static Group Comparison yang merupakan modifikasi dari desain b. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih sebagai obyek penelitian. Kelompok pertama mendapatkan perlakuan sedang kelompok kedua tidak mendapat perlakuan. Kelompok kedua ini berfungsi sebagai kelompok pembanding / pengontrol. Desainnya adalah sebagai berikut:
X O1
O2

b.4. Post Test Only Control Group Design
Desain ini merupakan desain yang paling sederhana dari desain eksperimental sebenarnya (true experimental design), karena responden benar-benar dipilih secara random dan diberi perlakuan serta ada kelompok pengontrolnya. Desain ini sudah memenuhi criteria eksperimen sebenarnya, yaitu dengan adanya manipulasi variable, pemilihan kelompok yang diteliti secara random dan seleksi perlakuan. Desainnya adalah sebagai berikut:

( R ) X O1
( R ) O2
Maksud dari desain tersebut ialah ada dua kelompok yang dipilih secara random. Kelompok pertama diberi perlakuan sedang kelompok dua tidak. Kelompok pertama diberi perlakuan oleh peneliti kemudian dilakukan pengukuran; sedang kelompok kedua yang digunakan sebagai kelompok pengontrol tidak diberi perlakukan tetapi hanya dilakukan pengukuran saja.

b.5. Pre-test – Post – test Control Group Design
Desain ini merupakan pengembangan design d di atas. Perbedaannya terletak pada baik kelompok pertama dan kelompok pengontrol dilakukan pengukuran didepan (pre-test). Desainnya adalah sebagai berikut:

( R ) O1 X O2
( R ) O3 O4

b.6. Solomon Four Group Design
Desain ini merupakan kombinasi desain Post Test Only Control Group Design dan Pre-test – Post – test Control Group Design yang merupakan model desain ideal untuk melakukan penelitian eksperimen terkontrol. Peneliti dapat menekan sekecil mungkin sumber-sumber kesalahan karena adanya empat kelompok yang berbeda dengan enam format pengkuran. Desainya adalah sebagai berikut:

( R ) O1 X O2
( R ) O3 O4
( R ) X O5
( R ) O6
Maksud desain tersebut ialah: Peneliti memilih empat kelompok secara random. Kelompok pertama yang merupakan kelompok inti diberi perlakuan dan dua kali pengukuran, yaitu di depan (pre-test) dan sesudah perlakuan (post-test). Kelompok dua sebagai kelompok pengontrol tidak diberi perlakuan tetapi dilakukan pengukuran seperti di atas, yaitu: pengukuran di depan (pre-test) dan pengukuran sesudah perlakuan (post-test). Kelompok ketiga diberi perlakuan dan hanya dilakukan satu kali pengukuran sesudah dilakukan perlakuan (post-test) dan kelompok keempat sebagai kelompok pengontrol kelompok ketiga hanya diukur satu kali saja.


c. Desain Eksperimental Tingkat Lanjut
c.1. Desain Random Sempurna (Completely Randomised Design)
Desain ini digunakan untuk mengukur pengaruh suatu variable bebas yang dimanipulasi terhadap variable tergantung. Pemilihan kelompok secara random dilakukan untuk mendapatkan kelompok-kelompok yang ekuivalen
Contoh:
Kasus: Pihak direksi suatu perusahaan ingin mengetahui pengaruh tiga jenis yang berbeda dalam memberikan instruksi yang dilakukan oleh atasan kepada bawahan. Untuk tujuan penelitian ini dipilih secara random tiga kelompok masing-masing beranggotakan 25 orang Instruksi untuk kelompok pertama diberikan secara lisan, untuk kelompok kedua secara tertulis dan untuk kelompok ketiga instruksinya tidak spesifik. Ketiga kelompok diberi waktu sekitar 15 menit untuk memikirkan situasinya. Kemudian ketiganya diberi test obyektif untuk mengetahui seberapa baik mereka memahami pekerjaan yang akan dilakukan. Formulasi masalah kasus ini ialah: Apakah manipulasi variable bebas mempengaruhi pemahaman para pegawai bawahan dalam melaksanakan pekerjaan mereka?
Desain Penelitiannya:

Perlakuan
Kelompok Eksperimental Kelompok Pengontrol
Instruksi
A1. (Lisan)
A2. (Tertulis)
A3. Tidak Spesifik

X11
X21
X31

X25,1
X12
X22
X32

X25,2
X13
X23
X33

X25,3
Perlakuan
x.1
x.2
x.3


c.2. Desain Blok Random (Randomised Block Design)
Desain ini merupakan penyempurnaan Desain Random Sempurna di atas. Pada desain sebelumnya perbedaan yang terdapat pada masing-masing individu tidak diperhatikan, sehingga menghasilkan kelompok-kelompok yang mempunyai anggota yang bereda-beda karaketrsitiknya. Agar desain yang kita buat dapat menghasilkan output yang baik, maka diperlukan memilih anggota kelompok (responden) yang berasal dari populasi yang mempunyai karakteristik yang sama. Oleh karena itu peneliti harus dapat mengidentifikasi beberapa sumber utama perbedaan-perbedaan yang dimaksud secara dini.

Contoh Desainnya:

Perlakuan
Kelompok Eksperimental Kelompok Pengontrol
------------------------------- ---------------------------
Instruksi: a1. (Lisan) a2. (Tertulis) a3. (Tanpa Instruksi) Rata-
Blok Rata
(Departemen) Blok
B1
B2
B3
B4
B5
5 (pekerja)
5 (pekerja)
5 (pekerja)
5 (pekerja)
5 (pekerja)
5 (pekerja)
5 (pekerja)
5 (pekerja)
5 (pekerja)
5 (pekerja)
5 (pekerja)
5 (pekerja)
5 (pekerja)
5 (pekerja)
5 (pekerja)
X1.
X2.
X3.
X4.
X5.
Rata2
Perlakuan
x.1
x.2
x.3



Desain di atas dapat diterangkan sebagai berikut: Pada saat studi dilakukan dengan menggunakan desain sebelumnya, para anggota dari tiga kelompok berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda. Keterbedaan latar belakang anggota merupakan suatu ganngguan atau yang disebut sebagai variable pengganggu. Untuk itu perlu dilakukan penyamaan para anggota dari masing-masing kelompok. Caranya ialah dengan menciptakan blok yang berfungsi untuk mendapatkan anggota kelompok yang sama. Dalam kasus ini blok ditentukan didasarkan pada departemen (bagian) dimana para anggota kelompok berasal.

Selanjutnya pekerja yang berasal dari departemen yang sama dibagi menjadi lima berdasarkan department masing-masing. Kemudian masing-masing kelompok mendapatkan perlakuan yang sama, yaitu kelompok pertama mendapatkan instruksi lisan, kelompok kedua mendapatkan instruksi tertulis dan kelompok ketiga instruksi tidak spesifik. Dengan menggunakan desain ini maka peneliti akan dapat melihat dampak-dampak yang disebabkan oleh system blok per departemen serta interaksi instruksi atas ketiga kelompok tersebut.

c.3. Desain Latin Square (The Latin Square Design)
Desain ini digunakan untuk mengontrol dua variable pengganggu secara sekaligus. Berkaitan dengan kasus di atas, masih terdapat satu variable pengganggu lainnya, yaitu “kemampuan para pekerja”. Variabel kemampuan para pekerja kita bagi menjadi tiga tingkatan, yaitu: kemampuan tinggi, kemampuan menengah dan kemampuan rendah. Ketiga tingkatan variable kemampuan tersebut kemudian kita tempatkan pada baris dan kolom model Latin Square. Desain ini terdiri dari tiga baris dan tiga kolom. Kemudian secara random diambil 3 pegawai dari masing-masing departemen.
Desainnya adalah seperti di bawah ini:

Kemampuan Para Pekerja

Blok
c1 Tinggi
c2 Menengah
c3. Rendah
Rata2
B1
B2
B3
(a1) x1
(a2) x2
(a3) x3
(a2) x1
(a3) x2
(a1) x3
(a3) x1
(a1) x2
(a2) x3
X1..
X2..
X3..

c.4. Desain Factorial
Desain factorial digunakan untuk mengevaluasi dampak kombinasi dai dua atau lebih perlakuan terhadap variable tergantung. Pada kasus di bawah ini, analisa factorial diaplikasikan dengan menggunakan desain random sempurna dengan format 3 baris dan 3 kolom.
Kasus penelitiannya adalah sebagai berikut: peneliti ingin melihat dua variable bebas, yaitu variable “tingkat kontras” dan “panjang baris” sebuah iklan. Tingkat kontras dimanipulasi menjadi “rendah”, “medium” dan “tinggi’; sedang panjang baris dimanipulasi menjadi “5 inchi’, “7 inchi” dan “12 inchi”. Desainnya adalah sebagai berikut:

Tingkat Kontras
Panjang Baris
B1. Rendah
B2. Medium
B3. Tinggi
Rata-Rata Perlakuan
A1. 5 inchi
A2. 7 inchi
A3. 12 inchi
X1

X2


X3
x..1
x..2
x..3
Rata-Rata x.1. x.2. x.3.
Perlakuan

Pada table desain di atas X1 mempunyai arti responden yang mendapat perlakuan membaca iklan dengan panjang baris 5 inchi dan tingkat kontras warna rendah; X2 mempunyai arti responden yang mendapat perlakuan membaca iklan dengan panjang baris 7 inchi dan tingkat kontras warna medium dan X3 mempunyai arti responden yang mendapat perlakuan membaca iklan dengan panjang baris 12 inchi dan tingkat kontras warna tinggi. Dari format di atas kita akan mendapatkan 9 kombinasi yang berbeda.

D. Fungsi Desain Pemelitian
Fungsi Desain (rancangan) Penelitian adalah :
1. Sebagai cetak biru (blue print) bagi peneliti
Seorang peneliti sosial menghadapi banyak kendala jika dia memulai penelitiannya tanpa suatu rencana penelitian tertentu. Untuk meminimalkan masalahnya, ada beberapa keputusan yang harus dibuat sebelum memulai penelitiannya. Sebagai contoh jika dia memilih untuk meneliti sejumlah orang secara lengsung, beberapa pertimbangan yang mungkin ada:
a. suatu diskripsi tentang populasi yang dituju yang informasinya ingin diperoleh,
b. beberapa metode sampling yang dipergunakan untuk memperoleh unsur- unsurnya,
c. Ukuran sampel ,
d. Prosedur-prosedur pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan,
e. Cara –cara yang mungkin untuk menganalisis dan yang telah terkumpul,
f. Akan atau tidaknya menggunakan uji statistik dan jika menggunakan yang mana.
2. Menetapkan batas-batas dari kegiatan penelitian dan memungkinkan peneliti menyalurkan energinya dalam beberapa arah yang spesifik.
3. Untuk mengantisifikasi masalah-masalah yang mungkin muncul dalam pelaksanaan penelitian.


BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Riset yang baik perlu dirancang aktivitas dan sumberdayanya dengan baik pula.
Rancangan riset atau desain riset adalah rencana dari struktur riset yang mengarahkan proses dan hasil riset sedapat mungkin menjadi valid, objektif, efisien dan efektif.
Riset yang baik memiliki tingkat kekuatan pengujian (power of the test) yang tinggi, yang dapat ditingkatkan dengan:
1. Meningkatkan ukuran sampel
2. Memperkecil alpha


B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang menempuh mata kuliah Metodologi Penelitian. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis mohon kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.








DAFTAR PUSTAKA

Black A James & Dean J. Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, 1999, PT Refika Aditama, Bandung

Furchan Arief, Pengantar Penelitian Pendidikan,1982, Usaha Nasional, Surabaya

TEKNIK SAMPLING

TEKNIK SAMPLING

Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika tidak ada populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti. Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi.
Berbagai alasan yang masuk akal mengapa peneliti tidak melakukan sensus antara lain adalah,
a) populasi demikian banyaknya sehingga dalam prakteknya tidak mungkin seluruh elemen diteliti;
b) keterbatasan waktu penelitian, biaya, dan sumber daya manusia, membuat peneliti harus telah puas jika meneliti sebagian dari elemen penelitian;
c) bahkan kadang, penelitian yang dilakukan terhadap sampel bisa lebih reliabel daripada terhadap populasi – misalnya, karena elemen sedemikian banyaknya maka akan memunculkan kelelahan fisik dan mental para pencacahnya sehingga banyak terjadi kekeliruan. (Uma Sekaran, 1992);
d) demikian pula jika elemen populasi homogen, penelitian terhadap seluruh elemen dalam populasi menjadi tidak masuk akal, misalnya untuk meneliti kualitas jeruk dari satu pohon jeruk

Agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap bisa dipercaya dalam artian masih bisa mewakili karakteristik populasi, maka cara penarikan sampelnya harus dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel dikenal dengan nama teknik sampling atau teknik pengambilan sampel .

Populasi atau universe adalah sekelompok orang, kejadian, atau benda, yang dijadikan obyek penelitian. Jika yang ingin diteliti adalah sikap konsumen terhadap satu produk tertentu, maka populasinya adalah seluruh konsumen produk tersebut. Jika yang diteliti adalah laporan keuangan perusahaan “X”, maka populasinya adalah keseluruhan laporan keuangan perusahaan “X” tersebut, Jika yang diteliti adalah motivasi pegawai di departemen “A” maka populasinya adalah seluruh pegawai di departemen “A”. Jika yang diteliti adalah efektivitas gugus kendali mutu (GKM) organisasi “Y”, maka populasinya adalah seluruh GKM organisasi “Y”

Elemen/unsur adalah setiap satuan populasi. Kalau dalam populasi terdapat 30 laporan keuangan, maka setiap laporan keuangan tersebut adalah unsur atau elemen penelitian. Artinya dalam populasi tersebut terdapat 30 elemen penelitian. Jika populasinya adalah pabrik sepatu, dan jumlah pabrik sepatu 500, maka dalam populasi tersebut terdapat 500 elemen penelitian.

Syarat sampel yang baik
Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan.
Pertama : Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias” atau kekeliruan adalah populasi.
Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic variance” yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis
Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest (sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper & Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932 majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D. Roosevelt), yang akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata Roosevelt yang terpilih menjadi presiden Amerika.
Setelah diperiksa secara seksama, ternyata Literary Digest membuat kesalahan dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel yang diambil adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih yang sebagian besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas rendah) tidak terwakili, padahal Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat kelas rendah tersebut. Dari kejadian tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh : (1), keakuratan prediktibilitas dari suatu sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya jumlah sampel; (2) agar sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel harus mempunyai selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976).
Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel 50 orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan 50 potong produk “X”. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa menghasilkan produk “X” per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara laporan harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang dihasilkan dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut.
Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama “sampling error” Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (, makin tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat presisi mungkin bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel, karena kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah ( Kerlinger, 1973 ). Dengan contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan rata-rata di antara populasi dengan sampel bisa lebih sedikit, jika sampel yang ditariknya ditambah. Katakanlah dari 50 menjadi 75.
Di bawah ini digambarkan hubungan antara jumlah sampel dengan tingkat kesalahan seperti yang diuarakan oleh Kerlinger

besar
kesa-
lahan
kecil
kecil besarnya sampel besar

Ukuran sampel
Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.
Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada lagi beberapa faktor lain yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu,
(1) derajat keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia . (Singarimbun dan Effendy, 1989). Makin tidak seragam sifat atau karakter setiap elemen populasi, makin banyak sampel yang harus diambil. Jika rencana analisisnya mendetail atau rinci maka jumlah sampelnya pun harus banyak. Misalnya di samping ingin mengetahui sikap konsumen terhadap kebijakan perusahaan, peneliti juga bermaksud mengetahui hubungan antara sikap dengan tingkat pendidikan. Agar tujuan ini dapat tercapai maka sampelnya harus terdiri atas berbagai jenjang pendidikan SD, SLTP. SMU, dan seterusnya.. Makin sedikit waktu, biaya , dan tenaga yang dimiliki peneliti, makin sedikit pula sampel yang bisa diperoleh. Perlu dipahami bahwa apapun alasannya, penelitian haruslah dapat dikelola dengan baik (manageable).
Misalnya, jumlah bank yang dijadikan populasi penelitian ada 400 buah. Pertanyaannya adalah, berapa bank yang harus diambil menjadi sampel agar hasilnya mewakili populasi?. 30?, 50? 100? 250?. Jawabnya tidak mudah. Ada yang mengatakan, jika ukuran populasinya di atas 1000, sampel sekitar 10 % sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100, sampelnya paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100%.
Ada pula yang menuliskan, untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari populasi, penelitian korelasional, paling sedikit 30 elemen populasi, penelitian perbandingan kausal, 30 elemen per kelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen per kelompok (Gay dan Diehl, 1992).


Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) memberikan pedoman penentuan jumlah sampel sebagai berikut :
1. Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen
2. Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel (laki/perempuan, SD?SLTP/SMU, dsb), jumlah minimum subsampel harus 30
3. Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate) ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variable yang akan dianalisis.
4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.





















Krejcie dan Morgan (1970) dalam Uma Sekaran (1992) membuat daftar yang bisa dipakai untuk menentukan jumlah sampel sebagai berikut (Lihat Tabel)

Populasi (N)
Sampel (n)
Populasi (N)
Sampel (n)
Populasi (N)
Sampel (n)
10
10
220
140
1200
291
15
14
230
144
1300
297
20
19
240
148
1400
302
25
24
250
152
1500
306
30
28
260
155
1600
310
35
32
270
159
1700
313
40
36
280
162
1800
317
45
40
290
165
1900
320
50
44
300
169
2000
322
55
48
320
175
2200
327
60
52
340
181
2400
331
65
56
360
186
2600
335
70
59
380
191
2800
338
75
63
400
196
3000
341
80
66
420
201
3500
346
85
70
440
205
4000
351
90
73
460
210
4500
354
95
76
480
214
5000
357
100
80
500
217
6000
361
110
86
550
226
7000
364
120
92
600
234
8000
367
130
97
650
242
9000
368
140
103
700
248
10000
370
150
108
750
254
15000
375
160
113
800
260
20000
377
170
118
850
265
30000
379
180
123
900
269
40000
380
190
127
950
274
50000
381
200
132
1000
278
75000
382
210
136
1100
285
1000000
384


Sebagai informasi lainnya, Champion (1981) mengatakan bahwa sebagian besar uji statistik selalu menyertakan rekomendasi ukuran sampel. Dengan kata lain, uji-uji statistik yang ada akan sangat efektif jika diterapkan pada sampel yang jumlahnya 30 s/d 60 atau dari 120 s/d 250. Bahkan jika sampelnya di atas 500, tidak direkomendasikan untuk menerapkan uji statistik. (Penjelasan tentang ini dapat dibaca di Bab 7 dan 8 buku Basic Statistics for Social Research, Second Edition)

Teknik-teknik pengambilan sampel
Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol).
Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel representatif dan diambil secara acak. Namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen populasi. Contohnya, jika yang diteliti populasinya adalah konsumen teh botol, kemungkinan besar peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah konsumennya, dan juga karakteristik konsumen. Karena dia tidak mengetahui ukuran pupulasi yang tepat, bisakah dia mengatakan bahwa 200 konsumen sebagai sampel dikatakan “representatif”?. Kemudian, bisakah peneliti memilih sampel secara acak, jika tidak ada informasi yang cukup lengkap tentang diri konsumen?. Dalam situasi yang demikian, pengambilan sampel dengan cara acak tidak dimungkinkan, maka tidak ada pilihan lain kecuali sampel diambil dengan cara tidak acak atau nonprobability sampling, namun dengan konsekuensi hasil penelitiannya tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Jika ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti tidak bisa mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang puas terhadap the botol.
Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih spesifik lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling

Probability/Random Sampling.
Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama “sampling frame”. Yang dimaksud dengan kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda. Jika populasi penelitian adalah mahasiswa perguruan tinggi “A”, maka peneliti harus bisa memiliki daftar semua mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi “A “ tersebut selengkap mungkin. Nama, NRP, jenis kelamin, alamat, usia, dan informasi lain yang berguna bagi penelitiannya.. Dari daftar ini, peneliti akan bisa secara pasti mengetahui jumlah populasinya (N). Jika populasinya adalah rumah tangga dalam sebuah kota, maka peneliti harus mempunyai daftar seluruh rumah tangga kota tersebut. Jika populasinya adalah wilayah Jawa Barat, maka penelti harus mepunyai peta wilayah Jawa Barat secara lengkap. Kabupaten, Kecamatan, Desa, Kampung. Lalu setiap tempat tersebut diberi kode (angka atau simbol) yang berbeda satu sama lainnya.
Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat yang bisa dijadikan penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi sampel?. Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator, atau undian. Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika elemen populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa mengganggu konsep “acak” atau “random” itu sendiri.

Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana
Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Selama perbedaan gender, status kemakmuran, dan kedudukan dalam organisasi, serta perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang penting dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel secara acak sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Prosedurnya :
Susun “sampling frame”
Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
Tentukan alat pemilihan sampel
Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi


Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan
Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat atas cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar dapat menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan sampel secara random distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer di ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer menengah dan manajer bawah. Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak. Prosedurnya :
Siapkan “sampling frame”
Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki
Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.
Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat menentukan secara (a) proposional, (b) tidak proposional. Yang dimaksud dengan proposional adalah jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah unsur populasi dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum manajer tingkat atas (I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat bawah (III) ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau jumlah sampel yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka untuk stratum I diambil (15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum 3 = 63 manajer.
Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah unsur atau elemen di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil semua manajer dalam stratum tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II) ditambah 5, sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.

Cluster Sampling atau Sampel Gugus
Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum A : laki-laki semua, stratum B : perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen. Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap departemen terdapat banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnnya, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja. Prosedur :
1. Susun sampling frame berdasarkan gugus – Dalam kasus di atas, elemennya ada 100 departemen.
2. Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel
3. Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak
4. Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sample




4. Systematic Sampling atau Sampel Sistematis
Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil data secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang “keberapa”. Misalnya, setiap unsur populasi yang keenam, yang bisa dijadikan sampel. Soal “keberapa”-nya satu unsur populasi bisa dijadikan sampel tergantung pada ukuran populasi dan ukuran sampel. Misalnya, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah. Sampel yang akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval di antara sampel kesatu, kedua, dan seterusnya adalah 25. Prosedurnya :
5. Susun sampling frame
6. Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
7. Tentukan K (kelas interval)
8. Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak atau random – biasanya melalui cara undian saja.
9. Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih.
10. Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya

4. Area Sampling atau Sampel Wilayah
Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Kalimantan Timur atas sebuah mata tayangan, teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya :
1. Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Kalimantan Timur) – Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.
2. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)
3. Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.
4. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.
5. Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.

Nonprobability/Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak
Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.
1. Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan.
Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.

2. Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling
Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.
Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).
Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.

3. Snowball Sampling – Sampel Bola SaljuCara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif (tertutup

Penyusunan Instrumen

Penyusunan Instrumen


Pengertian Instrumen
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen ini dapat berupa kuesioner (daftar pertanyaan), formulir observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya.

Langkah Penyusunan Instrumen
Mencari informasi dari dari kepustakaan mengenai hal-hal yang ada relevansinya dengan judul tulisan.
Menentukan jenis penelitian yang akan dilakukan (kualitatif atau kuantitatif)
Uji reliabilitas dan validitas instrument
Reliabilitas istilah yang dipakai untuk menunjukan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih (Singarimbun Masri, 1989: 122).
Suatu alat ukur dikatakan mempunyai reliabilitas tinggi atau dapat dipercaya jika alat ukur itu mantap dalam artian stabil, dapat diandalkan dan dapat diramalkan. Suatu alat ukur yang mantap tidak berubah-ubah pengukurannya dan dapat diandalkan karena penggunaan alat ukur tersebut berkali-kali akan memberikan hasil yang serupa.
Menguji indeks reliabilitas dapat diuji dengan menggunakan beberapa tehnik. Teknik kesesuaian, teknik korelasi, tehnik belah dua.
Validitas menunjukan sejauh mana alat pengukur dapat mengukur apa yang ingin diukur ( Singarimbun Masri, 1989: 124). Macam validitas : validitas konstrak, validitas isi, validitas eksternal, validitas prediktif, validitas budaya, validitas muka.
Untuk meningkatkan validitas, desain percobaan harus diarahkan kepada peningkatan validitas eksternal dan validitas internal dari suatu percobaan. Untuk ini ada tiga prinsip dasar yang perlu diketahui yaitu : replikasi, randomisasi (berhubungan dengan validitas eksternal) dan kontrol internal (yang berhubungan dengan validitas internal).
Replikasi adalah pengulangan dari percobaan dasar. Randomisasi adalah pengambilan secara acak yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sample. Kontrol internal adalah banyaknya perimbangan, bloking, dan pengelompokan dari unit-unit percobaan yang digunakan dalam percobaan.

Jenis-jenis Instrumen
1. Test Yang dimaksud dengan metode tes adalah suatu metode yang digunakan untuk mengetahui pengetahuan yang dimiliki seseorang dengan menggunakan soal – soal isian dengan batasan tertentu. Tes digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan intelegensi kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok dan sebagainya yang telah dipilih dengan sempurna dan standart tertentu.Metode tes yang digunakan pada ini adalah ulangan harian yang dilakukan pada akhir siklus guna memperoleh data yang diinginkan.
2. Angket /Kuisioner Metode angket adalah suatu metode pengumpulan data dengan jalan mengajukan suatu daftar pertanyaan tertulis kepada sejumlah individu dan individu yang diberi daftar pertanyaan tersebut diminta untuk memberikan jawaban secara tertulis pula. Pada penelitian ini digunakan sejumlah angket langsung dan tertutup. Dikatakan angket langsung, karena individu yang diberi agket tersebut adalah orang yang diinginkan langsung datanya yaitu siswa. Dikatakan angket tertutup, karena pertanyaan – pertanyaan dalam angket sudah disediakan alternatif – alternatif jawaban dan siswa tinggal memilih salah satu jawaban tersebut. Pada penelitian ini metode angket digunakan untuk mengetahui pendapat siswa terhadap pelajaran matematika terutama pada pokok bahasan Logika Matematika. Sedang angket yang digunakan adalah angket langsung dan tertutup .
3. Observasi.Didalam pengertian psikologi, observasi atau yang disebut dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap obyek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi mengobservasi adalah pengamatan langsung melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap. Disini guru sebagai peneliti melakukan pengamatan terhadap segala fenomena yang muncul dalam setiap siklus. Kehadiran guru sebagai penelitidan kolaborator tidak diketahui obyek penelitian, karena observasi yang dilakukan adalah obserasi partisipasif dalam bentuk team teaching. Teknik observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi dengan menggunakan format yang sudah disiapkan sehingga kolaborator (check list) pada lembar observasi.(Ö) tinggal memberi tanda.
4. Wawancara
Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Dalam proses ini, hasil wawancara ditentukan oleh beberapa factor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi.Faktor-faktor tersebut ialah pewawancara, responden, topic penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan, dan situasi wawancara.
5. Student’t Evaluation of Educational Quality
Instrumen SEEQ (Student’s Evaluation of Educational Quality) dikembangkan oleh Marsh (1982) dan dirancang untuk mengukur keefektifan pengajaran, dan pada dasarnya mengukur mutu interaksi antara fakultas dengan mahasiswa terutama selama berada di kelas dan pada saat mentransfer informasi dari fakultas kepada mahasiswa atau memotivasi mahasiswa dalam proses pembelajaran.
6. Servperf
Instrumen SERVPERF dikembangkan sebagai kritik terhadap instrumen SERVQUAL (Cronin & Taylor, 1992) dan digunakan untuk mengukur kinerja mutu layanan dalam industri jasa. Beberapa peneliti bidang pendidikan mengadopsi SERVPERF untuk digunakan dalam bidang pendidikan diantaranya Baron (2000), Holdford & Reinders (2001).
7. Adult Classroom Environment Scale
Adult Classroom Environment Scale (ACES). Darkenwald dan Valentine (1986), mencatat kurangnya data penelitian dalam lingkungan psikososial pembelajaran di kelas untuk pendidikan orang dewasa. Menurut mereka ditemukan banyak fakta bahwa skala lingkungan pembelajaran di kelas yang ada dirancang hanya untuk kelas-kelas pada sekolah dasar dan menengah dan itu tentu tidak valid untuk penelitian yang ditujukan untuk pendidikan orang dewasa.
8. Cucei
Instrumen CUCEI . Fraser et al. (1996) telah mengembangkan suatu instrumen lingkungan pembelajaran di kelas di tingkat universitas atau sekolah tinggi, yakni kuisener College and University Classroom Environment Inventory disingkat CUCEI. Sebagai mana instrumen yang sejenis merupakan skala yang dapat memprediksi hasil belajar siswa dengan apa yang terjadi pada lingkungan pembelajaran di kelas, dan juga mencerminkan pandangan baru dalam belajar secara kognitif.
Wihic
Instrumen WIHIC. Fraser et al. (1996) telah mengembangkan suatu instrumen lingkungan pembelajaran yang baru, yakni kuisener ‘What is Happening in this Class’ (Apa yang sedang terjadi di Kelas ini) disingkat WIHIC. Instrumen ini merupakan skala yang dapat memprediksi hasil belajar siswa dengan apa yang terjadi pada lingkungan pembelajaran di kelas, dan juga mencerminkan pandangan baru dalam belajar secara kognitif
Contoh-contoh instrumen
1. Tes
Untuk mengetahui pengetahuan seseorang tentang globalisasi dan lingkungan teknologi, bisa diajukan tes sebagai berikut :
a) Apa saja penyebab globalisasi itu ?
b) Identifikasikan hasil karya dan pemikiran yang sudah melembaga dalam masyarakat kita !
c) Apa saja pengaruh globalisasi itu terhadap budaya atau kehidupan masyarakat kita ?
d) Apa prediksi anda tentang budaya masrakat masa depan !
e) Teknologi apa dan apa peranannya dalam proses globalisasi

2. Angket
Contoh angket tingkat kepuasan kerja seorang karyawan dalam perusahaan
Variabel : Kepuasan Kerja
Jawaban : SM : Sangat Memuaskan (5)
M : Memuaskan (4)
CM : Cukup memuaskan (3)
KM : Kurang Memuaskan (2)
TM : Tidak memuaskan (1)
NO
Butir Pertanyaan
Pendapat Saudara
SM
M
CM
KM
TM
1
Tingkat Kehadiran anda dalam bekerja selama ini





2
Perasaan anda dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari





3
Suasana Lingkungan kerja anda





4
Hubungan anda dengan atasan anda selama ini





5
Pendapat anda mengenai kegiatan yang diadakan oleh perusahaan seperti Saff Outing, training, employee of month selama ini.





6
Tingkat partisipasi anda dalam kegiatan yang dilakukan perusahaan selama ini





7
Anda bermaksud untuk bertahan di perusahaan ini selamanya.






3. Observasi
Contoh lembar observasi “Sekolah Sehat”
No
Uraian
Ada
Tidak
Keadaan
1
Tempat Sampah



2
UKS



3
Kantin



4
Toilet



5
Wastafel



6
Dst







4. Wawancara
Wawancara tentang modal dasar personal menjadi guru
a. Latar belakang orientasi menjadi guru
1) Semula coba-coba lalu suka
2) Karena alasan tak jelas
3) Pilihan profesi terakhir
4) Pilihan tidak sengaja
5) ….


b. Komitmen Profesional personal
1) Mengajar = profesi match guna
2) Meraih kepuasan batin
3) Enjoy menjalani profesi guru
4) Motivasi mengajar tinggi
5) ….


c. Kultur Kepribadian dasar
1) Konsisten jadi teladan
2) Idealistis dan rasionalis
3) Bijaksana, adil seimbang
4) Selalu butuh membaca
5) ….


d. Kultur akademik
1) Motivasi prestasi tinggi
2) Konsisten jaga disiplin
3) Nalar ilmiah – intelektual
4) Menerapkan teori dan ilmu
5) …


e. Kultur global
1) Wawasan selalu terbaru
2) Berpikir dinamis – actual
3) Profesional meningkat
4) Berpikir Global – Futuristik
5) ….


5. SEEQ
Variabel :
Jawaban : SS : Sangat Setuju (5)
S : Setuju (4)
CS : Cukup Setuju (3)
TS : Tidak Setuju (2)
STS : Sangat Tidak Setuju (1)
NO
Butir Pertanyaan
Pendapat Saudara
SS
S
CS
TS
STS
1
Learning





2
Antusiasm (Antusias dosen dalam pengajaran)





3
Organization





4
Group Interaction





5
Individual Rapport





6
Breadth of Coverage





7
Grading examination (berkaitan dengan ujian dan penilaian)





8
Reading / Assigments (berkaitan dengan pemberian tugas dan rujukan)





9
Workload / Difficulty (beban kerja / kesulitan yang dihadapi mahasiswa )






6. SERVPERF
Jawaban : SS : Sangat Setuju (5)
S : Setuju (4)
CS : Cukup Setuju (3)
TS : Tidak Setuju (2)
STS : Sangat Tidak Setuju (1)


NO
Butir Pertanyaan
Pendapat Saudara
SS
S
CS
TS
STS
1
Tangible (berkaitan dengan penampilan fisik lembaga, peralatan, staf, dan sarana komunikasi.





2
Reliability (berkaitan dengan kemampuan staf lembaga untuk memberikan layanan sebagaimana yang dijanjikan, terpercaya, akurat dan konsisten).





3
Responsiveness (kemauan untuk membantu pelanggan (mahasiswa) dan memberikan layanan dengan cepat.





4
Assurance (kemampuan staf lembaga untuk memberikan kepercayaan kepada pelanggan (mahasiswa) melalui rasa hormat dan pengetahuan yang mereka miliki.





5
Emphaty (perhatian staf lembaga yang diberikan kepada pelanggan (mahasiswa) secara individu






7. ACES
Jawaban : SS : Sangat Setuju (5)
S : Setuju (4)
CS : Cukup Setuju (3)
TS : Tidak Setuju (2)
STS : Sangat Tidak Setuju (1)

NO
Butir Pertanyaan
Pendapat Saudara
SS
S
CS
TS
STS
1
Affiliation sejauh mana para siswa saling berhubungan secara positif satu setuju.





2
Teacher Support sejauh mana guru memberikan bantuan, dorongon, tampak bersahabat, dan memberikan perhatian kepada siswa.





3
Task Orientation sejauh mana guru tetap berfokus pada tugas dan presentasi





4
Personal Goal Attainment sejauh mana guru sangat luas memberikan peluang untuk siswa untuk mengejar minat mereka secara individu.





5
Organization and Clarity sejauh mana kegiatan kelas disampaikan dengan jelas dan diorganisir dengan baik.





6
Student Influence sejauh mana guru mengajar dengan berpusat pada siswa dan mempersilahkan para siswa untuk berpartisipasi dalam memutuskan rencana pembelajaran.





7
Involvement seberapa jauh kepuasan siswa dipenuhi dan berpartisipasi dengan aktif dan menaruh perhatian dalam suatu kegiatan.







8. CUCEI
Jawaban : SS : Sangat Setuju (5)
S : Setuju (4)
CS : Cukup Setuju (3)
TS : Tidak Setuju (2)
STS : Sangat Tidak Setuju (1)





NO
Butir Pertanyaan
Pendapat Saudara
SS
S
CS
TS
STS
1
Personalisation : beberapa hal yang berkaitan dengan perhatian Dosen kepada mahasiswa, seperti mudah ditemui (approachable), suka menolong (helpful), mau mendengarkan (responsive), mampu menjelaskan (able to explain), mudah dihubungi (accessibility)





2
Innovation : beberapa hal yang berkaitan dengan pengajaran (lectures), penilaian (assessment), sumber belajar dan pendekatan cara mengajar (resources and teaching approaches),





3
Student Cohesion : sejauh mana mereka saling memahami, saling menolong dan memberikan dorongan antara seorang mahasiswa dengan mahasiswa yang lain.





4
Task Orientation : sejauh mana para mahasiswa memandang semua kegiatan pembelajaran penting, seperti menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan Dosen dan tetap berfokus pada pelajaran,





5
Cooperation : sejauh mana para mahasiswa bekerja sama dan bukannya bersaing satu sama lain dalam tugas-tugas yang diberikan pada suatu pelajaran, Individualisation.





6
Equity : sejauh mana para mahasiswa diperlakukan setara, atau sederajad oleh Dosen dalam proses pembelajaran.






9. WIHIC
Variabel :
Jawaban : SS : Sangat Setuju (5)
S : Setuju (4)
CS : Cukup Setuju (3)
TS : Tidak Setuju (2)
STS : Sangat Tidak Setuju (1)


NO
Butir Pertanyaan
Pendapat Saudara
SS
S
CS
TS
STS
1
Kekompakan Siswa (Student Cohesiveness) : sejauh mana mereka saling memahami, saling menolong dan memberikan dorongan antara satu siswa dengan siswa yang lain





2
Dukungan Guru (Teacher Support) : sejauh mana para guru membantu siswa, bersahabat, percaya dan menaruh perhatian pada siswa.





3
Keterlibatan Siswa (Involvement) : sejauh mana para siswa mempunyai minat dan perhatian, berpartisipasi dalam diskusi, serius mengikuti dan menikmati proses pembelajaran di kelas





4
Arahan Tugas (Task Orientation) : sejauh mana para siswa memandang semua kegiatan pembelajaran penting, seperti menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru dan tetap berfokus pada pelajaran.





5
Penyelidikan (Investigation) : sejauh mana ketrampilan, proses pemeriksaan, dan menggunakan mereka ditekankan dalam memecahkan masalah dan penyelidikan.





6
Kerjasama (Cooperation) : sejauh mana para siswa bekerja sama dan bukannya bersaing satu sama lain dalam tugas-tugas yang diberikan pada suatu pelajaran





7
Kesetaraan (Equity) : sejauh mana para siswa diperlakukan setara, atau sederajad oleh guru dalam proses pembelajaran Kesetaraan (Equity) : sejauh mana para siswa diperlakukan setara, atau sederajad oleh guru dalam proses pembelajaran